Kamis, 13 Januari 2011

Dampak positif PMA di Indonesia

Pola-pola kebijakan PMA di Indonesia

Selain fasilitas, ada pula kebijakan pembatasan usaha bagi pelaku usaha asing misalnya (i) adanya daftar negatif investasi (DNI) yang secara berkala direview, (ii) kewajiban divestasi, (iii) kewajiban untuk membangun kemitraan dengan usaha kecil & menengah (Kemitraan UKM), (iv) kewajiban memprioritaskan local content (prioritas Local content).

Daftar negative investasi (DNI) adalah suatu daftar yang ditetapkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) tentang bidang usaha apa saja yang terbuka sepenuhnya bagi asing, terbuka dengan persyaratan persentase saham tertentu dikuasai oleh mitra lokal, atau tertutup sama sekali. DNI berfungsi sebagai kran tutup, setengah buka atau terbuka penuh untuk memastikan adanya keseimbangan tertentu yang hendak dipelihara oleh BKPM, yaitu disatu sisi kepentingan swasta nasional akan pemerataan ekonomi dan di pihak lain kepentingan meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional.

Divestasi adalah kewajiban untuk mengurangi persentasi kepemilikan asing di PT PMA setelah kurun waktu tertentu, dan sekaligus meningkatkan persentasi kepemilikan local di PT PMA tersebut.  Hal ini dimaksudkan agar perlahan-lahan pemegang saham lokal dapat berangsur-angsur memiliki peran dan kewenangan serta tanggungjawab yang membesar sejalan dengan waktu, serta juga supaya ada proses alih teknologi dari asing ke lokal.

Kemitraan dengan UKM dimaksudkan agar pihak PT PMA dapat membagi peran dalam kegiatn usahanya dengan pengusaha kecil dan menengah dan pada saat yang sama pengusaha UKM memiliki kesempatan untuk membangun jaringan kemitraan dan belajar menjalankan usaha secara mandiri dengan pihak asing, sehingga semangat kewirausahaan pengusaha local dapat dibangun, dan pada saat yang sama PT PMA dapat melakukan fungsi oursourcing atau pembagian tugas produksi tertentu dengan pengusaha UKM.

Perlu ditegaskan dalam hal ini bahwa pemerintah berkewajiban secara berkala mereview kebijakan nasional dan peraturan nasional yang ada supaya selalu berguna bagi sebesar-besarnya kepentingan nasional, yaitu mengurangi angka pengangguran, meningkatkan pemerataan bagi UKM dan sekaligus pertumbuhan ekonomi, serta meningkatkan produktivitas nasional.

Penyimpangan aturan PMA dalam praktek
Aturan-aturan di atas sudah ada sejak lama, akan tetapi aturan di atas kertas dapat saja menyimpang pada kenyataannya, atau tidak berfungsi sebagaimana telah didisain sejak awal.

Mengacu pada kebijakan kemitraan UKM, pada prakteknya hal ini sering sulit dijalankan sesuai dengan teori atau aturan, mengingat adanya gap budaya atau etos kerja, gap komunikasi, rendahnya kualitas pelatihan untuk memberdayakan UKM supaya dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan standar PT PMA. Kesabaran dan ketelatenan pihak PT PMA dalam melatih dan memberdayakan mitra UKM sangat dibutuhkan, guna terjalinnya pemeliharaan hubungan kerja yang harmonis dan berhasil guna dalam jangka panjang.

Kewajiban divestasi pada prakteknya juga sering dilanggar dan memang sulit untuk dipatuhi oleh pihak asing atau lokal, mengingat kendala pada masing-masing pihak. Pihak asing mengeluhkan bahwa pihak lokal tidak bersedia membeli saham dengan harga yang wajar, sementara pihak lokal sering dipersepsikan sebagai tidak mau belajar mendalami bidang usaha yang dikerjasamakan dengan pihak asing, dan pihak lokal tidak bisa mandiri dan akhirnya tujuan alih teknologi sulit tercapai.

Dampak Positif Investasi Asing
Kebijakan dan aturan investasi asing yang komprehensif dan detail dan dibarengi oleh fungsi pembinaan, pengawasan dan penindakan yang konsisten akan menghasilkan dampak positif bagi kepentingan nasional.

Dampak positif antara lain adalah terciptanya lapangan kerja bagi tenaga kerja lokal, terbangunnya skill dan kompetensi tertentu pada tenaga kerja lokal, terbangunnya semangat kewirausahaan pada pengusaha lokal dan meningkatkan penghasilan yang cukup dan layak, pengusaha lokal dapat lebih terpacu untuk berpartisipasi bersama dengan asing dalam menghasilkan barang dan jasa yang lebih bermutu, Negara dapat memperoleh pemasukan pajak penghasilan atau pajak pertambahan nilai dari beragam aktivitas kegiatan usaha, sehingga pada gilirannya kualitas hidup seluruh masyarakat termasuk pemegang kewenangan dalam lembaga eksekutif, legislative serta yudikatif dapat meningkat.

Dibukanya kesempatan investasi bagi pelaku usaha asing, selain dampak positif, tentu memiliki sejumlah efek yang berdampak negatif bagi kepentingan nasional. Dampak negatif sering muncul tatkala (i) badan penanaman modal dan pemberi ijin yang merupakan pemegang kewenangan tidak melakukan fungsi pengawasan dan pembinaan serta penindakan yang dijalankan secara konsisten, (ii) kebijakan dan aturan yang ada secara komprehensif tidak mengatur hal-hal teknis, agar memudahkan pembinaan, pengawasan, serta penindakan.

Peran Birokrasi Negara dalam kegiatan investasi asing
Patut dipahami bahwa pada dasarnya pelaku usahalah, baik asing atau lokal yang menyediakan lapangan kerja dan menghasilkan produk yang bernilai tambah. Produk yang bernilai tambah tidak dihasilkan oleh birokrasi, melainkan pelaku usaha. Birokrasi hanyalah bertindak selaku katalisator (dengan dua fungsi utama selaku policy maker dan regulator) yang berfungsi meningkatkan efisiensi dan efektifitas kegiatan produksi barang dan jasa.

Melalui fungsi kebijakan, birokrasi berperan untuk membangun visi dan misi dalam merancang disain pembangunan jangka pendek, menengah dan panjang, guna memastikan kepentingan nasional, kepentingan semua pemangku kepentingan dapat terpelihara, sehingga tujuan bersama yaitu keadilan dan kemakmuran dapat perlahan-lahan terbentuk.

Melalui fungsi regulasi, birokrasi berperan untuk membina, mengawasi serta menindak pelaku usaha yang menyimpang dari koridor aturan yang sudah disepakati bersama. Setiap penyimpangan aturan bersama baik oleh pelaku usaha atau birokrasi penegakan hukum dapat ditafsirkan sebagai (i) upaya menjauhkan atau memperlambat tercapainya tujuan bersama yaitu keadilan dan kemakmuran, (ii) upaya melemahkan kewibawaan hukum dan birokrasi pembuat kebijakan dan penegak hukum itu sendiri.

Guna mengotimalkan fungsi kebijakan dan regulasi, para pembuat kebijakan dan aturan perlu menyadari secara mutlak pentingnya penerapan serta penegakan prinsip-prinsip GOOD PUBLIC GOVERNANCE di dalam tubuh birokrasi sendiri. Good public governance memiliki 5 prinsip, yaitu fairness (keadilan/kewajaran), accountability (akuntabilitas/tanggung-gugat), responsibility (tanggungjawab), serta transparansi (keterbukaan).

Ada beraneka permasalahan dalam hubungan antara pelaku usaha asing dan lokal dalam kerangka penanaman modal asing, yang akan dituangkan oleh penulis dalam tulisan berikutnya. Penulis menutup tulisan ini dengan menekankan bahwa pembuatan kebijakan atau aturan apapun yang baik tidak akan dapat merealisasikan tujuan awal yang disepakati bersama, sepanjang prinsip good public governance tidak diterapkan dengan konsekuen dan konsisten oleh birokrasi Negara.